Tuesday 27 October 2015

Mengapa Konseling Untuk Kelompok Marjinal Penting?

Oleh: Fauzan Anwar Sandiah

Salah-satu isu penting di dalam kajian konseling adalah berkenaan dengan pentingnya konselor berperan pada posisi advokatif. Konselor dalam posisi ini menegaskan sebuah paradigma baru yang bergerak dari “posisi netral” menuju ke “posisi berpihak”. Konselor tidak lagi sebuah profesi yang dilakukan dibalik meja atau menjaga jarak dengan persoalan ril kehidupan sehari-hari.

Kelompok Marjinal merupakan sebuah istilah untuk menggambar posisi sekelompok orang yang menjadi sub-ordinat dalam kelas sosial, atau kategori psikologis maupun antropologis. Kelompok marjinal itu antara lain, buruh, orang dhuafa, orang fakir, waria, anak jalanan, buruh anak, masyarakat adat, lansia miskin, dan lain sebagainya.

Konselor bagi kelompok marjinal (selanjutnya disebut konseling marjinal) tidak dapat dibayangkan berasal dari kelompok profesional BK di lingkungan sekolah formal. Meskipun tidak menutup kemungkinan konselor untuk sekolah khusus dapat dikategorikan bagi kelompok marjinal, sebab pada hakikatnya kelompok marjinal individu-individu lemah yang “dilemahkan” secara sistemik. Kelompok ini misalnya adalah buruh wanita yang mengalami pelecehan seksual, pemutusan hubungan kerja sepihak, atau korban kekerasan rumah tangga.

Persoalan kelompok marjinal ini tidak dapat diatas melalui pendekatan psikologi, termasuk psikologi positif yang mencoba mengajak individu ke dalam pemaknaan kehidupan. Problematika kelompok marjinal tidak hanya pada tataran individu tetapi merupakan kontradiksi dari sistem sosial yang melingkupi dirinya. Kebijakan politik, budaya, ekonomi dapat mempengaruhi kebahagiaan individu dalam kategori kelompok marjinal lebih tinggi daripada individu dalam kelompok sosial kelas menengah atau menengah ke atas.

Kita akan menganalisis perbandingan problem antara masyarakat kelas bawah dan kelas menengah atas.

Perbandingan Problem berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Menengah/ Atas
Kelas Bawah
Persoalan karir di kantor atau di rumah
Penggusuran tanah secara semena-mena
Berhubungan dengan kesulitan memilih sekolah yang cocok dengan minat dan bakat anak
Kesulitan membiayai sekolah anak
Berkonflik dengan teman sesama sosialita
Menjadi objek konflik negara
Berhubungan dengan pola diet
Kesulitan makan karena kurs dollar dan gaji tidak seimbang. Jika kurs dollar naik 40%, itu sama saja dengan memotong nilai beli sebanyak 40%.
Dituntut atas pelanggaran lalu lintas
Dituntut atas “pengambilan” kayu bakar di kebun sendiri
Diasingkan dari pergaulan karena persoalan adaptasi
Diasingkan dari pergaulan sosial karena status sosial
Persoalan pilihan food combine
Persoalan what combine food? Whatever!

Konseling Marjinal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah proses fasilitasi atau proses advokasi kepentingan kelompok marjinal. konselor dengan demikian harus merupakan sosok yang memiliki analisis kritikal terhadap realitas sosial. Konselor tidak dapat memberikan penghakiman yang sama antara mereka yang terpaksa berbuat salah karena sistem yang melemahkan dan mereka yang berbuat salah sekaligus melemahkan sistem.

Konselor dalam konseling marjinal berperan sebagai sosok yang mengadvokasi kepentingan kelompok marjinal melalui sejumlah cara. Misalnya, dengan mengampanyekan kepentingan kelompok marjinal, mendampingi atau memfasilitasi perkara yang dialami oleh konseli.

Konselor dan Komunitas

Konseling marjinal sebagai sebuah upaya baru sebenarnya membutuhkan jenis setting institusi yang baru. konseling marjinal dapat dikembangkan lebih baik jika dilakukan dalam komunitas. Konselor dengan demikian dapat mengerahkan seluruh kekuatannya bagi pembelaan hak-hak kelompok marjinal melalui komunitas. Jika di dalam institusi formal, konselor tidak jarang mengalami benturan-benturan administratif yang sebenarnya kurang signfikan bagi proses fasilitasi masalah konseli. Justru, administrasi seringkali melampaui kemanusiaan yang diupayakan konselor.

Konselor melalui komunitas dapat mengembangkan sejumlah program pendampingan. Konselor dapat mengadakan berbagai kegiatan yang pada dasarnya berorientasi untuk mengkampanyekan anti-kekerasan terhadap perempuan, anti-kekerasan terhadap anak, atau perjuangan buruh wanita dari diskriminasi dan lain sebagainya. Termasuk juga konselor dapat menjalankan program pendidikan alternatif bagi anak-anak, remaja, dewasa, atau lansia. Program-program itu memang menyiratkan konselor untuk keluar dari kredo “counseling as face-to-face” dan menuju sebagai salah-satu jalan menjembatani kemanusiaan.


No comments:

Post a Comment